Berita  

Pakar HSI Dorong Amandemen UUD 1945 untuk Tegaskan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Berkeadilan

Tangerang – Pakar dari Human Studies Institute (HSI), Dr. Rasminto, menilai bahwa rangkaian bencana alam yang terjadi akibat persoalan lingkungan hidup harus menjadi alarm serius bagi negara untuk memperkuat perlindungan lingkungan dalam konstitusi. Ia mengusulkan agar hak atas lingkungan hidup yang baik, sehat, dan berkeadilan dicantumkan secara eksplisit dalam Amandemen UUD 1945.

Pandangan tersebut disampaikan Rasminto dalam Focus Group Discussion (FGD) Kelompok I Badan Pengkajian MPR RI bertema “Kedaulatan Rakyat Perspektif Demokrasi Pancasila” yang digelar di Tangerang, Kamis (4/12/2025).

Menurutnya, amandemen UUD 1945 pada periode 1999–2002 memang membawa kemajuan bagi sistem demokrasi dan ketatanegaraan. Namun, konstitusi saat ini dinilai belum sepenuhnya memberikan jaminan kuat dalam perlindungan lingkungan hidup dan keadilan antargenerasi.

“Rangkaian bencana yang terjadi pada akhir November 2025, terutama di wilayah Sumatera, menunjukkan bahwa persoalan lingkungan sudah berada pada level darurat. Ini harus menjadi pertimbangan penting dalam arah amandemen UUD ke depan,” ujarnya.

Rasminto menegaskan bahwa pencantuman hak atas lingkungan hidup dalam konstitusi penting untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada ekonomi jangka pendek, tetapi juga menjamin keberlanjutan bagi generasi mendatang.

Ia juga menyoroti perlunya penguatan hak lingkungan sejalan dengan penegasan kembali spirit kedaulatan rakyat dalam demokrasi Pancasila, karena masyarakat adalah pihak yang paling terdampak ketika kerusakan lingkungan terjadi dan tata kelola sumber daya alam melemah.

“Demokrasi tidak cukup berhenti pada prosedur politik. Ia harus hadir melindungi hak hidup rakyat, termasuk hak atas lingkungan yang layak dan berkeadilan,” tegasnya.

Dalam forum tersebut, Rasminto juga menyinggung kompleksitas regulasi di Indonesia, yang terlihat dari tingginya angka pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Pada periode 2019–2025, terdapat 125 permohonan judicial review, dengan jumlah terbesar terkait omnibus law.

“Hal ini menunjukkan bahwa persoalan regulasi masih belum tuntas dan membuka ruang instabilitas dalam sistem hukum dan politik nasional, termasuk dalam perlindungan lingkungan,” terangnya.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pembenahan sistem pemilu, partai politik, dan transparansi pendanaan politik untuk mencegah menguatnya praktik oligarki yang berpotensi mengabaikan kepentingan rakyat serta lingkungan.

“Tujuan utama bernegara adalah memakmurkan rakyat secara adil. Karena itu, konstitusi harus memastikan negara berjalan secara simetris, tidak elitis, dan berpihak pada rakyat serta keberlanjutan lingkungan,” pungkasnya.

Exit mobile version