Jakarta – Pengamat kebijakan publik Semar Strategic Center (SSC), Tunjung Budi Utomo, menilai program Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) masih kurang inovatif.
Ia menyoroti jumlah pendamping desa yang mencapai lebih dari 35 ribu orang. Menurutnya, jika diarahkan dengan visi lebih luas, keberadaan mereka bisa menjadi kekuatan strategis.
“Pendamping desa jangan hanya ditempatkan sebagai fasilitator teknis. Dengan skala rekrutmen sebesar itu, mereka bisa dibentuk sebagai agen penguatan kapasitas, pembinaan karakter, sekaligus komponen cadangan (komcad) yang siap untuk penanggulangan bencana maupun penguatan layanan publik,” ujar Tunjung, Selasa (1/10/2025).
Tunjung menekankan, distribusi pendamping desa di seluruh Indonesia merupakan modal besar. Dengan jumlah desa dan kelurahan lebih dari 75 ribu menurut data Kemendagri, kehadiran pendamping desa berpotensi menjadi game changer bagi pembangunan desa.
Namun, sejauh ini penguatan pendamping desa dinilai masih terbatas pada aspek administratif dan penyaluran dana desa. “Kurikulum mereka minim sentuhan karakter, etika publik, kepemimpinan lokal, apalagi kesiapsiagaan. Padahal jika dilatih dasar tanggap darurat dan kepemimpinan, mereka bisa menjadi cadangan SDM nasional yang siap digerakkan,” tambahnya.
Ia juga menyinggung adanya peluang kerja sama dengan Kementerian Pertahanan terkait kerangka hukum komponen cadangan. Menurutnya, Kemendes bisa merancang pola pelatihan non-tempur, seperti logistik kemanusiaan, mitigasi bencana, hingga penguatan ketahanan sosial di desa.
“Kalau hanya direkrut dan disebar, 35 ribu pendamping desa tidak akan memberi dampak signifikan. Tetapi jika diarahkan menjadi pendamping berkarakter sekaligus siap sebagai komcad, Indonesia akan memiliki jaringan kader desa yang tangguh dan berdaya guna,” pungkasnya.