Berita  

150 Umat Buddha Ikuti Dharmayatra Cultural Spiritual Inclusive di Borobudur

Kemenag – Sekitar 150 umat Buddha antusias mengikuti uji coba kunjungan wisata spiritual (Dharmayatra) bertajuk Cultural Spiritual Inclusive di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, pada Kamis (12/6/2025). Umat yang berasal dari berbagai organisasi keagamaan Buddha dan perguruan tinggi keagamaan Buddha ini merasa lebih khusyuk dan nyaman dalam bersembahyang karena seluruh prosesi peribadatan dilakukan secara bersama-sama dan dibimbing langsung oleh para bhikkhu dan banthe.

Pemimpin ibadah dalam uji coba ini, Bhikkhu Ditti Sampanno, menyambut positif pelaksanaan Dharmayatra di Candi Borobudur. Ia menjelaskan bahwa dalam ajaran Buddha, Dharmayatra dimaknai sebagai kunjungan ke situs-situs Buddhis yang tidak sekadar wisata, tetapi juga sebagai perjalanan spiritual yang memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang Dharma, sekaligus memperkuat keyakinan umat.

“Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian uji coba untuk melihat seberapa lama dan sejauh mana umat Buddha bisa melaksanakan Cultural Spiritual Inclusive ini. Targetnya adalah 150 orang per jam. Kita diberi waktu dari pukul 07.00 hingga 09.00. Harapannya, dalam dua jam bisa melibatkan 300 orang. Nah, ini merupakan percobaan bagaimana pelaksanaan satu jam bisa mencakup apa saja. Ternyata, dalam satu jam kita bisa melakukan puja atau persembahyangan, penghormatan, meditasi, serta Puja Mandala di Candi Borobudur,” terangnya.

Terkait alokasi waktu, Bhikkhu Ditti mengatakan bahwa waktu yang ada masih disesuaikan dengan tingkat kesakralan. “Kalau bisa lebih banyak waktu, tentu akan lebih baik dan lebih menikmati,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa dengan jumlah umat Buddha dunia yang mencapai sekitar 400 juta jiwa, destinasi wisata spiritual seperti ini sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. “Harapan saya ke depan, kegiatan ini tidak dibatasi waktu, tetapi diberikan ruang khusus sehingga tidak mengganggu wisatawan umum dan ibadah bisa berjalan dengan baik. Atau kalau bisa diberikan waktu malam, misalnya pukul 16.00 sampai 21.00, atau pagi mulai pukul 04.00 hingga 07.00,” ungkapnya.

Kegiatan uji coba ini merupakan kolaborasi antara yayasan, majelis, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan agama Buddha. “Trial ini dilaksanakan bersama Yayasan Dharmayatra Nusantara Utama (Daya Nusa) yang berlokasi di Borobudur, di bawah naungan Kementerian Agama. Kami juga bekerja sama dengan berbagai majelis agama Buddha di Indonesia, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan Buddha, serta agen perjalanan wisata dan perhotelan di Magelang dan Yogyakarta,” jelasnya.

Salah satu peserta, Candra Dvi Jayanti, mahasiswa dari Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Syailendra Semarang, mengungkapkan bahwa kunjungan spiritual seperti ini sangat menarik dan terasa lebih nyaman dibandingkan dilakukan secara individu.

“Sebagai umat Buddha, saya merasa nyaman dan bisa mengikuti kegiatan ini dengan baik. Kalau kunjungan dilakukan sendiri, mungkin kita tidak tahu arah puja yang benar, atau tidak tahu apa yang harus dilakukan di Candi Borobudur. Sedangkan dalam kegiatan ini, kita didampingi oleh banthe dan para bhikkhu sangha, sehingga kegiatan keagamaan terasa lebih terstruktur dan jelas langkah-langkahnya,” ujarnya.

Candra juga menambahkan bahwa persiapan spiritual dilakukan dengan matang. “Sebelum berangkat, kami melakukan meditasi terlebih dahulu, jadi secara batin dan mental sudah siap. Kalau kunjungan sendiri, sering kali lebih fokus pada wisatanya daripada nilai religiusnya,” ujarnya.

Uji coba ini merupakan bagian dari realisasi Program Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) yang ditetapkan pada tahun 2022. Untuk mendukung program tersebut, telah ditandatangani Nota Kesepahaman tentang Pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon untuk kepentingan keagamaan umat Buddha Indonesia dan dunia.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha (Dirjen Bimas Buddha) Kementerian Agama, Supriyadi, menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan Dharmayatra bertajuk Cultural Spiritual Inclusive di Candi Borobudur. Ia menilai bahwa kegiatan ini memperkuat posisi Candi Borobudur sebagai destinasi kunjungan religius bagi umat Buddha, baik di Indonesia maupun di dunia.

“Ditjen Bimas Buddha secara masif terus menggelar kegiatan keagamaan dan mempromosikan Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, dan Candi Sewu sebagai destinasi wisata religi umat Buddha Indonesia dan dunia. Berbagai kegiatan keagamaan juga rutin dilakukan di Candi Borobudur, seperti peringatan detik-detik Waisak, Kathina, Magha Puja, Asadha Chanting, Pabajja Samanera, dan kegiatan keagamaan lainnya,” jelas Supriyadi di Jakarta.

Terkait dengan adanya konten di media sosial yang menggunakan diksi kurang tepat dalam mengajak kunjungan ke candi-candi, Supriyadi menyayangkan hal tersebut. Ia berharap publik dapat menyebarkan konten-konten keagamaan yang inspiratif dan positif demi menjaga kerukunan antarumat beragama yang telah terjalin harmonis di Indonesia.

Exit mobile version