BIMA – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Bima menyatakan angkutan ternak sapi di Bima terbatas picu penumpukan sapi di Pelabuhan Gili Mas, Lombok Barat.
Penjabat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Bima Joko Agus Guyanto, mengatakan penumpukan terjadi salah satunya akibat libur panjang yang membuat proses perizinan terhambat.
“Selesai izin baru berangkat semua. Izin keluar sama-sama baru mereka start dan tertumpuk di Pelabuhan,” katanya, Selasa.
Namun, lanjut dia, bukan hanya soal waktu yang menjadi hambatan, tapi lokasi pelabuhan tujuan pengiriman ternak juga menjadi persoalan tersendiri.
“Pelabuhan yang digunakan bukan pelabuhan khusus ternak, sehingga tidak tersedia fasilitas alat angkut yang memadai untuk hewan hidup. Hal ini mempersulit proses bongkar muat serta berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan hewan,” jelasnya.
Namun, bukan hanya soal waktu yang menjadi hambatan. Lokasi pelabuhan tujuan pengiriman ternak juga menjadi persoalan tersendiri.
“Pelabuhan yang digunakan bukan pelabuhan khusus ternak, sehingga tidak tersedia fasilitas alat angkut yang memadai untuk hewan hidup. Hal ini mempersulit proses bongkar muat serta berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan hewan,” terangnya.
Meski seluruh sapi yang dikirim telah melalui prosedur ketat, termasuk pemeriksaan kesehatan dan kelengkapan izin, distribusi tetap terganjal oleh minimnya dukungan logistik.
“Sebagian besar sapi dari Bima dikirim ke Jakarta untuk memenuhi permintaan daging menjelang Hari Raya Kurban,” paparnya Joko.
Lebih lanjut ia menuturkan, para peternak biasanya membuka lapak secara mandiri di wilayah Jabodetabek. Beberapa lainnya, menjalin kerja sama dengan koperasi lokal, meski permintaannya masih tergolong kecil,” papar Plt Kadis ini.
“Tahun ini, kuota pengiriman ternak sapi dari Bima tercatat mencapai 16.135 ekor,” ungkapnya.
Menurutnya, masalah transportasi dan fasilitas pelabuhan dinilai menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah dan pusat.
“Tanpa adanya pelabuhan khusus ternak atau tambahan armada angkut yang layak, potensi ekonomi besar dari sektor peternakan Bima terancam tidak optimal,” tegasnya.
Plt Kadis ini berharap, ada solusi jangka panjang, seperti penyediaan pelabuhan khusus ternak atau sistem distribusi terjadwal, yang mampu meminimalisir kerugian dan memastikan kesejahteraan hewan dalam perjalanan.
Sementara itu, Kordinator Asosiasi Peternak dan Pedagang Sapi Bima Indonesia, Furkan Sangiang yang dihubungi ANTARA dari Bima menyebutkan, hingga saat ini sebanyak 16 ekor sapi mati lemas karena kelamaan mengantre di Pelabuhan Gili Mas.
Disebutkannya juga, saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB seolah tutup mata dengan kondisi yang dialami para peternak sapi.
“Sekarang sudah 16 ekor yang mati. Pemerintah benar-benar tidak peduli. Gubernur hingga saat ini belum memberikan koordinasi,” ungkapnya.
Furkan menegaskan, jumlah sapi mati tahun ini melonjak drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau tahun-tahun sebelumnya paling dua ekor yang mati,” pungkasnya.
Diketahui, selain untuk kebutuhan kurban sapi Bima juga dikirim secara reguler ke Kalimantan. Tahun ini, tercatat sekitar 600 ekor sapi dikirim ke wilayah tersebut.