Jakarta – Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan sanksi kepada dua anggota Bawaslu Kota Jakarta Timur, Ahmad Syarifudin Fajar dan Prayogo Bekti Utomo, menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Ketua Umum MD KAHMI Jakarta Timur, Choir Syarifudin, menilai bahwa putusan dalam perkara No. 122-PKE-DKPP/IV/2025 tersebut justru melemahkan semangat penegakan hukum Pemilu dan berpotensi membungkam integritas para pengawas.
“Kami prihatin dan kecewa. Ini merupakan preseden buruk yang bisa mengintimidasi pengawas yang bekerja sesuai aturan dan nurani. DKPP seharusnya menjaga moralitas demokrasi, bukan menjatuhkan mereka yang jujur,” ujar Choir dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (22/7/2025).
Diketahui, kedua anggota Bawaslu tersebut dijatuhi sanksi berupa peringatan keras oleh DKPP setelah mengusut dugaan pelanggaran berat di TPS 28 Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar. Dalam temuan mereka, terdapat pencoblosan 19 surat suara oleh pemilih yang tidak terdaftar serta keterlibatan anggota KPPS ilegal.
Padahal, menurut Choir, tindakan pengawasan tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 30 UU No. 10 Tahun 2016 serta Perbawaslu No. 6 dan 7 Tahun 2022.
“Apa yang mereka lakukan merupakan bagian dari upaya menegakkan kejujuran pemilu. Jika tindakan seperti ini justru disanksi, maka pesan yang muncul adalah bahwa lebih aman diam dan membiarkan pelanggaran,” tegasnya.
Selain substansi perkara, MD KAHMI Jakarta Timur juga menyoroti adanya dugaan konflik kepentingan dalam susunan Majelis DKPP. Salah satu anggota majelis, Dr. Didik Suhariyanto, diketahui sebelumnya pernah menjadi saksi ahli yang meringankan pihak istri pengadu dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Fakta ini seharusnya menjadi pertimbangan etik yang kuat agar yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam majelis pemeriksa,” ujar Choir.
Lebih lanjut, Choir juga mengungkap bahwa para Teradu telah merekomendasikan pencatatan pelanggaran serius melalui Lembar Kejadian Khusus. Namun, temuan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang proporsional dari jajaran KPU Jakarta Timur maupun PPK Kecamatan Makasar. Ironisnya, justru pengawas yang dikenai sanksi, sementara penyelenggara teknis yang diduga membiarkan pelanggaran tidak tersentuh evaluasi.
Menanggapi putusan tersebut, kedua Teradu menyatakan akan menempuh upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Choir menyatakan dukungannya terhadap langkah tersebut.
“Kami berdiri di belakang mereka yang berani jujur. Jangan sampai pengawas pemilu justru menjadi korban dari sistem yang tengah mereka luruskan,” ujarnya.
Choir juga menyampaikan bahwa putusan DKPP No. 122-PKE-DKPP/IV/2025 menjadi sinyal bahaya bagi masa depan demokrasi prosedural di Indonesia.
“Jika pengawas yang jujur dihukum, lalu siapa yang akan berani mengungkap kecurangan? Kita bisa kehilangan benteng terakhir demokrasi,” pungkasnya.